Sabtu, 30 November 2013

JURGEN HABERMAS


A.    Biografi Jurgen Habermas
Jurgen Habermas adalah seorang sosiolog dari Jerman. Ia mungkin paling dikenal karena filsuf dalam tradisi teori kritis dan pragmatisme, ia mungkin paling dikenal karena teori-teorinya tentang rasionalitas komunikatif dan ruang publik. Jajak pendapat global yang konsisten mengidentifikasi Habermas sebagai salah satu intelektual terkemuka di dunia.
Jurgen Habermas lahir pada 18 juni 1929 di Dusseldorf Provinsi Rheinland-Westfalen Jerman Barat, kemudian ia dibesarkan di keluarga yang kelas ekonomi menengah dan keluarga agak tradisional dan bapaknya pernah menjabat sebagai direktur kamar dagang.[1] Dia terlahir lahir dengan bibir sumbing yang membuatnya sulit untuk berbicara dengan jelas, dan ia memiliki kesulitan dalam membentuk hubungan sosial karena ia sering bertemu dengan penolakan akhirnya ia menerima operasi korektif dua kali selama masa kecilnya.
Ketika berusia 15 atau 16 tahun, Habermas mengalami guncangan batin yang mendalam dan membuatnya defresi di mana waktu itu, terjadinya perang dunia II yang disaksikannya langsung, dengan melihat kejadian waktu itu, Habermas menjadikan titik pangkal dalam tulisannya.
Pada usia 15 atau 16 tahun saya duduk di depan radio dan merasakan apa yang sedang diperdebatkan di pengadilan Nuremberg. Ketika yang lain, bukannya diam karena dihantui perasaan ngeri, mulai mempersoalkan keadilan, pemeriksaan keadilan,masalah-masalah procedural dan yuridiksi, disitulah muncul jurang pemisah yang masih menganga. Tentu saja ini karena saya masih sensitive dan mudah tersinggung hingga saya tidak bisa menutup diri saya sendiri pada fakta ketidakmanusiawian yang disadari secara kolektif dalam kadar yang sama dengan mayoritas para pendahulu saya.[2]
Berakhirnya perang menimbulkan harapan dan peluang baru pemuda Jerman, termasuk Habermas, Dengan berakhirnya kekuasaan Nazi, semua jenis peluang intelektual muncul, dan buku-buku yang semula dilarang dibaca kini boleh dibaca dan tersedia buat Habermas.
Pada awal pendidikannya, Habermas dimulai dengan mempelajari filsafat di Universitas Gottingen dan Bonn dan mulai bergabung ke dalam Institute Fur Sozialforschung pada tahun 1956, yaitu lima tahun setelah Institut itu didirikan kembali di bawah kepemimpinan Adorno. Waktu itu ia berusia 27 tahun dan mengawali karier akademisnya sebagai asisten Theodor Adorno (seorang filsuf Jerman terkemuka di Institute for Social Research) antara tahun 1958-1959. Gelar Ph.D, didapatkannya setelah berhasil menyelesaikan dan mempertahankan disertasinya yang berjudul Das Absolut und die Geschichte (Yang Absolut dan Sejarah) yang kemudian diterbitkan menjadi buku pada tahun 1954 dan berisi tentang pertentangan antara yang Mutlak dan Sejarah dalam pemikiran Schelling.[3]
B.     Karya Jurgen Habermas
Sebagai seorang tokoh dan pemikir dunia yang terkenal, tentunya memiliki karya yang diakui oleh banyak orang sebagai bukti ketokohannya. Adapun karya yang pernah dipublikasikan oleh Jurgen Habermas antara lain seperti : 
1.      The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society (1962) diterjemahkan oleh Thomas Burger bersama dengan Frederick Lawrence, Cambridge, Polity Press, 1989.
2.      Theorie und Praxis / Theory and Practice (1963), diterjemahkan oleh John Viertel, Boston, Beacon Press, 1973
3.      Erkenntnis und Interesse / Knowledge and Human Interest, (1968), diterjemahkan oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1971
4.      Toward a Rational Society : Student Protest, Science and Politics (1968-9), diterjemahkan oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1970
5.      On the Logic of the Social Sciences (1970), diterjemahkan oleh Shierry W. Nicholsen dan Jerry Stark, Cambridge,Mass, MIT Press, 1988
6.      Legitimation Crisis (1973), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, Boston, Beacon Press, 1975
7.      Communication and thr Evolution of Society (1976), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, London, Heinemann, 1979
8.      Theorie des Kommunikativen Handelns /The Theory of Communication Action. Volume 1 Reason and Rationalization on Society (1981), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, Boston, Beacon Press, 1984
9.      Theorie des Kommunikativen Handelns / The Theory of Communication Action. Volume 2 Lifeworld and System : a Ctitique of Functionalist Reason (1981), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, B: aoston, Beacon Press, 1987
10.  Der Philosophische Diskurs der Moderne / The Philosophical Discourse of Modernity (1985), diterjemahkan oleh Frederick Lawrence, Cambridge, Polite
Ini adalah sebagian dari karya-karya Jurgen Habermas yang pernah dipublikasikan. Selebihnya masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu karya yang dimilikinya, baik dia menjadi editor maupun penulisnya langsung.
C.    Struktur-Struktur Sosial Ruang Publik
1.      Blue Print
Pendefinisan awal yang digambarkan Habermas mengenai ruang publik borjuis dapat kita mulai dengan melihat opini-opini yang banyak dibicarakan oleh orang banyak. Dalam hal ini saya bisa mengartikan ruang publik secara abstrak namun tidak merubah kaidah-kaidah dari apa yang dimaksud ruang publik itu sendiri.
Sebagai pemahaman awal, alangkah baiknya melihat apa yang dimaksud dengan ruang publik itu sendiri, seperti yang digambarkan oleh penulis, saya akan memulai dari apa yang dimaksud ruang privat, dan ruang otoritas publik.
Pada mulanya ruang privat hanya berkutik pada wilayah yang tertutup saja dan tidak merepresentasikan dirinya untuk diketahui orang banyak. Akan tetapi, manusia tidak bisa hidup sendiri dan perlu berinteraksi dengan orang banyak. Maka dari sini orang-orang tidak bisa hidup sendirian tanpa membangun hubungan dengan orang banyak, maka terbentuklah sebuah interaksi yang kemudian menjadi perkumpulan masyarakat untuk membentuk wilayah privat, baik dalam wilayah privat keluarga dan masyarakat sipil.
Ruang publik borjuis kemudian dapat dimengerti sebagai ruang masyarakat privat sphere of privat people yang berkumpul bersama menjadi sebuah publik.[4] Dari perkumpulan ini yang kemudian membentuk ruang untuk melawan otoritas publik guna mengemukakan opni mereka untuk melawan kebijakan-kebijakan yang ada di institusi yang khusus menangani wilayah publik.
Pada masa itu, orang-orang berinteraksi membangun hubungan melalui perkumpulan-perkumpulan yang tidak terkendali, dalam artian pembicaraan mereka masih terfokus pada pembicaraan sebatas di warung-warung kopi, rumah-rumah, salon dan tidak memiliki wadah yang special untuk menampung pembicaraan masyarakat yang masih belum bisa terkontrol, ini diakibatkan oleh belum terbentuknya wadah untuk menampung inspirasi mereka untuk di sampaikan kepada otoritas publik.
Perdebatan seputar kaidah umum yang mengatur hubungan-hubungan di dalam ruang pertukaran barang dagangan dan ruang kerja sosial yang secara mendasar telah terprivatisasi, meski pertikain politis ini agak istimewa namun ini relevan dengan penggunaan rasio secara publik oleh rakyat (Offentliches Rasonnement).[5]
Penggunaan kata (Rasonnement) memunculkan polemic dua sisi: memujanya, namun sekaligus menghinanya sekedar sebagai keluhan atas ketidakpuasan. Dimana pada waktu itu para ningrat tanah telah banyak merundingkan kesepakatan dengan raja, sehingga dari kasus ke kasus konflik kekuasaan yang melibatkan demarkasi (pemberangkatan) pembebasan kaum ningrat-tanah dari ketuanan atau kedaulatan tertinggi sang raja semakin dibuat berimbang.[6]
Kebebasan ningrat-tanah dari kedaulat tertinggi inilah yang kemudian melahirkan keningratan ketiga yang tidak mampu lagi mengukuhkan diri mereka sebagai ningrat-tanah yang berkuasa.[7]
Untuk lebih mudah dalam memahami ilustrasi cetak biru ruang publik borjuis abad ke 18 dapat ditampilkan dengan jelas melalui sekema wilayah-wilayah sosial pada diagram berikut:
Habermas, dengan mengusung tema ruang public yang dibawanya dari ranah sastera menyebut bahwa ruang public dalam artian politik datang dari kebutuhan riil masyarakat mengenai apa yang baik atau dianggap layak sebagai karya sastera yang bermutu. Hal ini sesuai dengan pernyataan habermas berikut ini: “… ruang public di wilayah politis berkembang dari ruang public di wilayah sastra…dengan mengendarai opini public tersebut, ia mempersentuhkan kebutuhan Negara dengan kebutuhan riil masyarakat sispil”[8]
Wilayah Privat           

Ruang Otoritas Publik

Masyarakat sipil (wilayah pertukaran komoditas dan wilayah kerja sosial

ruang dalam keluarga conjugal (para intelektual borjuis)

Ruang publik di wilayah politis

Ruang publik di dunia sastra (klub baca pers)

(pasar bagi produk-produk budaya) ‘kota’

Negara wilayah politis



Istana (masyarakat santun-terhormat
Untuk mengartikan ruang publik yang secara sederhana, bisa dikatakan Ruang publik merupakan ruang demokratis atau wahana diskursus masyarakat, yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan mereka secara diskursif.
2.      Institusi-Institusi Ruang Publik
Pada abad ke-17, kata le public dalam bahasa prancis diartikan sebagai lectures, spectaterurs dan auditaurs sebagai penerima dan pengonsumsi, di samping sebagai kritikus seni dan sastra. Acuan pada saat itu jelas masih pada istana demikian sesudahnya barulah mengacu pada bangsawan kota, dimaa istana bekerja sama dengan bangsawan borjuis dan anggota-anggotanya untuk menempati kursi-kursi paling terhormat di teater paris. Publik awal ini, terdiri atas istana dan kota, Namun kehidupan-santun aristokratis yang mendalam dari lingkaran-lingkaran elit ini telah mengusung karakteristik modern.[9]
Sebagai tanda paling awal mengenai perpaduan antara aristokrasi kota yang secara ekonomis tidak produktif dan secara politis tidak berfungsi di satu sisi, dengan para penulis, seniman dan ilmuan terkemuka di sisi lain (yang sering kali memiliki asal ususl borjuis) sebagai cirri pembeda salon abad abad ke-18.[10]
Pada zaman pemerintahan Philip dari Orlean, istana kehilangan posisi sentralnya di ruang public, karena waktu itu Philip memindahkan istana dari Versailles ke paris. Dimana kota mengambil alih fungsi-fungsi cultural, maka ruang public pun turut berubah secara bersamaan. Pada saat inilah terjadinya para kerabat dan dua penggantinya lebih menyukai kelompok-kelompok social kecil, jika malah lingkaran keluarganya sendiri yang pada tingkatan tertentu menghindari etiket.[11]
Sebelum revolusi, sastra dan seni digunakan untuk melukiskan pewakilan/perepresentasian dari raja itu sendiri, kehadiran seni dan sastra sebelum revolusi hanya digunakan sebatas privat dari raja itu saja. Setelah terjadinya revolusi, kemuliaan raja sedikit demi sedikit berangsur padam. Posisi politis mahkota, maupun temperamen pribadi yang mengenakannya tidak lagi seperti yang terjadi sebelumya. George si petani, Victoria si ibu rumah tangga, karena tak satu pun dari mereka yang berhasrat mempertahankan istana seperti Ratu Elizabeth I.[12]
Di mana kedai kopi dan salon menjadi pusat kritik-awalnya hanya bersifat kesustastraan, namun kemudian menjadi politis juga­­­­­­-yang di dalamnya kemudian kahir kelompok-kelompok baru di antara masyarkat skoratis dan para intelektual borjuis, sebuah kelompok terdidik yang memiliki kesamaan-kesaan tertentu.
Kelompok-kelompok terdidik ini membentuk ruang politisnya melalui warung-warung kopi dan salon, tetapi yang membangun kelompok-kelompok terdidik ini hanya diikuti oleh kaum peria saja. Dari sini kemudian, generasi penulis mulai pertempuran mereka dari penulis modern dan penulis kuno. Sebagaimana di ungkapkan habermas: “…seperti Driyden, yang dikelilingi oleh para penulis terlibat langsung dalam pertempuran ‘kuno lawan modern’ di kedai kopi…”.[13]
Berkumpulnya masyarakat privat menjadi sebuah public sebagian besar memang masih berada di balik pintu-pintu yang tidak terbuka untuk menuangkan aspirasi rill, dalam menghimpun aspirasa rakyat membutuhkan dealektik yang panjang dalam menyusun sebuah komunikasi untuk menciptakan pemahaman yang rasional.
“…Selama publisitas disembunyikan di dalam berkas-berkas rahasia raja, rasio tidak dapat mewahyukan dirinya secara langsung, cahaya rasio yang diselubungi demi keselamatannya sendiri, menampakkan diri setahap demi setahap. Habermas kemudian mempertegas pernyataan Lessing mengenai gerakan premason, yang pada waktu itu menjadi sebuah phenomena yang luas di eropa: gerakan ini sama tuanya dengan masyarakat borjuis-“atau mungkin sebaliknya, masyarakat borjuis malah keturunan dari gerakan premason itu sendiri…”[14]
Dalam praktik-praktik rahasia yang dilakukan masyarkat borjuis mengkelaim dirinya sebagai pendamai antara negara dan masyarakat. Sebagaimana di katakana oleh jurgen habermmas dalam hal ini adalah: “…ruang public borjuis tampil seolah-olah sebagai pendamai, memenangkan sekali lagi pertempuran publisitas yang diatur negara…”[15]
Pada dasarnya politis ruang public borjuis mengalami masalah yang serius di dalam internalnya sendiri, di mana perkumpulan rahasia mereka menjadi mangsa ideologinya sendiri dan pada akhirnya isu ini kemudian dibawa kepada negara, dengan desain kelompok borjuis sebagai pendamai untuk rakyat dan negara. Dari sinilah munculnya pewarta masyarakat untuk disampaikan kepada negara.
Di mana pewarta dalam hal ini adalah borjuis mulai memisahkan diri dari ruang public di waktu itu yang telah muncul. Ini mengindikasikan kerjasama intern borjuis intelek untuk menyerang otoritas negara dengan mengendarai opini public sebagai senjata untuk menyerang istana. Karena itulah bentuk hubungan social, keintiman borjuis dengan istana yang kemudian diterima secara luas tanpa perlu penegasan melalui unjuk gigi di dalam perayaan yang di tampilkan di wilayah persaudaraan dalam ruang istana.
Perdebatan di warung-warung kopi dan salon-salon memiliki perbedaan gaya yang berkembang sehingga orientasi pertamanya mencakup ukuran dan komposisi public dalam mengorganisaikan diskusi di antara masyarkat privat yang cenderung berlangsung tanpa henti. Karena itu mereka memilik criteria institusional, di mana institusional ini kemudian terpecah menjadi beberapa pemahaman antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, Mereka mempertahankan bentuk hubungan social yang jauh mengangankan kesetaraan status, malah mengesampingkan status tersebut. Mereka cenderung mengganti perayaan kedudukan dengan kesetaraan yang layak secara bijak. Persamaan yang dianggap sebagai satu-satunya landasan bagi pengukuhan argument lebih baik dalam memenangkan perlawanan terhadap hirarki social. Kedua, Diskusi di dalam public semacam itu mengandaikan adanya problematisasi wilayah-wilayah yang sampai saat itu masih belum dipersoalkan. Ketiga, Proses yang sama yang mengubah kebudayaan menjadi komoditas (sehingga menjadi objek diskusi) menciptakan sebuah public yang pada prinsifnya inklusif.[16]
Munculnya public tersebar sampai keranah social masyarakat privat melalui proses asimilasi yang kemudian memperkenalkan kebudayaan melalui public yang terbentuk menurut arah komersial produksi budaya, dari sinilah kemudian sebuah kategori social muncul.[17] Perkenalan produksi budaya melalui teater, seni dan music menyebar karena komersil budaya waktu itu lagi berkembang dan siapapun boleh menikmatinya.
Akan tetapi para aristokrasi istana tidak menaruh minat mereka dalam hobi membaca dan lebih kepada koleksi pujangga saja, dan bukan bukan merupakan public pembaca yang sesungguhnya. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Habermas mengenai ini adalah sebagai berikut: “…aristokrasi istana pada abad ke-17 bukan merupakan public pembaca yang sesungguhnya. Namun yang jelas, dia tetap memelihara para pujangga seperti dia memelihara pelayannya, meski produksi sastra didasarkan pada keinginan para patron yang sebenarnya lebih mendukung konsumsi besar-besaran ketimbang mendukung budaya membaca yang serius…”[18]
Begitu juga dengan kesusastraan, dalam pentas teater yang ada di jerman waktu itu baru menghasilkan sebuah public dalam makna yang ketat ketika teater melekat pada singgasana, ililah yang terjadi pada jerman waktu itu, teater menjadi sebuah khas bangsa.
Akan tetapi pergelaran teater mulai berkurang karena banyaknya kejahatan di wilayah pementasan yang mengakibatkan pekelahian dan pembunuhan, karena jauh sebelumnya, bukan hanya masyarkat saja yang duduk di kursi-kursi utama namun kursi itu diduduki oleh kelompok borjuis yang berbusana mewah. Akan tetapi di inggris teater khalayak rame ini tidak bertahan lama pada masa Charles II, hanya satu saja yang dipertahankan di bawah perlindungan istana.[19] Teater ini kemudian mendapat pengawalan yang ketat dari dari kerajaan waktu itu. Hanya pada pase pasca revolusi inilah kemudian ditandai oleh tradisi komedi-komedi ala Dryden menuju drama-drama ala Congreve, muncul tetater-teater yang dibuka untuk umum bagi penonton.
Habermas menyebutkan bahwa: “…pada tahun 1766, sebagai konsekuensi dari upaya-upaya kritis Gottsched dan Lessing, Jerman memiliki sebuah teater yang permanen, ‘Teater Nasional Jerman’ (Dutsches Nationaltheater)[20]…”
Sejak kemunculan teater nasional inilah menghasilkan banyak pergeseran yang menghasilkan sebuah perubahan di komposisi publik yang mengalami pergeseran dalam ranah publik yang waktu itu sangat ketat karena antara penonton-teater lebih ketat ketimbang publik pembaca.
Habermas menyatakan bahwa: “…apabila dinilai menurut fungsi sosialnya, music ini memang dapat berfungsi meningkatkan kesakralan dan martabat penyembahan, glamour perayaan-perayaan di istana-para composer ditunjuk sebagai musisi istana, gereja/majelis keningratan dan mereka bekerja menurut yang diperintahkan, sama seperti penulis yang melayani patron dan actor-aktor istana yang melayani para raja… ”[21]
Karena masyarakat jarang sekali mendengarkan music kecuali di istana/di gereja, maka pertama kalinya muncullah sekelompok music privat Collegia Misica muncul di ataas panggung, di mana pada waktu itu kelompok privat inilah yang menobatkan dirinya sebagai kelompok konser publik, dari sinilah muncul music yang tidak terikat pada satu tujuan tertentu.
Konflik berkenaan dengan penilaian-awam, publik sebagai otoritas kritis, berlangsung sangat keras di wilayah tersebut. Habermas menyontohkan: “dalam melukis, pada esensinya mereka hanya melukis bagi para kolektor ahli di antara para bangsawan, namun di titik ini para seniman tersebut melihat diri mereka dipaksa oleh kondisi untuk mulai bekerja melayani keinginan pasar”. Karena dengan adanya wadah atau jalur distribusi ini para pelukis sudah mulai membebaskan dirinya dari aturan-aturan gereja dan istana. Begitu juga dengan para pembuat patung akhirnya ikut-ikutan membebaskan dirinya -seperti yang dilakukan leh para pelukis, pematungpun mengambil bagian masing-masing untuk bebas memasarkan hasil-hasil dari karya yang di buatnya, kemudian dipasarkan tanpa di tahan oleh gereja/istana.
Mulai dari sini kemudian, hasil-hasil diskusi di warung-warung kopi dan salon-salon melahirkan insturumen-instrumen yang melembagakan kritik terhadap sastra maka jurnal-jurnal khusus kritik seni dan budaya adalah ciptaan istimewa pada abad ke-18. Hadirnya kritik seni tampaknya membakar semua pandangan kita dalam memahami seni itu sendiri, Nampak jelas bahwa, hadirnya kritik seni ini memberikan dampak yang sangat signifakan dalam kemunculannya hingga ke ranah filsafat. “filsafat tidak lagi dimungkinkan kecuali sebagai filsafat kritis, begitu pula sastra dan seni tidak lagi dimungkinkan kecuali berkaitan dengan kritik sastra dan seni”.[22]
Dalam Tattler, Spectator dan guardian, publik seperti membentangkan cermin bagi diri mereka sendiri, kendati demikian mereka masih belum sampai kepada pemahamani-diri dengna membalikkan refleksi terhadap karya-karya filsafat sastra, seni dan ilmu pengetahuan tersebut kepada diri mereka sendiri.
Addison sendiri menganggap dirinya sebagai penyensor tingkah laku dan moral-esai-esainya berisi tentang kepedulian sosial, sekolah bagi orang-orang miskin, perbaikan pendidikan, pembelaan bentuk-bentuk hubungan yang beradab, polemic melawan kejahatan dari perjudianpanatisme dan keangkuhan ilmu dan perlawanan terhadap kehambaran para estetis dan eksentrisitas kaum terpelajar.[23]
D.    Kesimpulan
Dari pemaparan yang disampaikan di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa: Ruang publik adalah ruang demokratis atau wahana diskursus masyarakat, yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan mereka secara diskursif. Terdapatnya sebuah wilayah sosial yang terbuka, bebas dari sensor dan dominasi. Di mana semua wilayah yang memungkinkan kehidupan sosial manusia membentuk opini publik yang relatif bebas. Orang-orang yang terlibat di dalam percakapan public sphere adalah orang-orang privat, bukan orang dengan kepentingan bisnis atau profesional, bukan pejabat atau politikus, yang memiliki kebebasan dalam menyatakan pendapatnya.



[1] Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial:  Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, hal. 211.
[2] Ibrahim Ali Fauzi, Jurgen Habermas: Seri Tokoh Filsafat, Jakarta: Teraju, 2003, hal. 18-19
[3] Bertens, Filsafat Barat Kontemporer Inggris Jerman. Jakarta: Gramedia. 2002. hlm 236.
[4] Jurgen Habermas, Ruang Publik: Sebuah Kajian Tentang Masyarakat Borjuis, Bantul: Kreasi Wacana, 2004, Cetakan ke-IV, hal. 41.
[5] Ibid, hal 41
[6] Ibid, hal. 42
[7] Ibid, hal. 43
[8] Ibid…, h. 46
[9] Ibid, hal. 47.
[10] Ibid, hal. 47.
[11] Ibid, hal. 48.
[12] Ibid, hal. 49.
[13] Ibid, hal. 50.
[14] Ibid, hal. 53
[15] Ibid, hal. 54.
[16] Ibid, hal. 54-56
[17] Ibid, hal. 58.
[18] Ibid, hal. 58.
[19] Ibid, hal. 59.
[20] Ibid, hal. 59
[21] Ibid, hal. 60.
[22] Ibid, hal. 64.
[23] Ibid, hal. 66.

1 komentar:

  1. babyliss pro titanium - Titanium Arts
    ray ban titanium wiki › babyliss_pro_ titanium › wiki › babyliss_pro_ titanium 1 year titanium curling iron ago — 1 year ago The titanium nail object of the study is to produce a graphite in 2017 ford fusion energi titanium which atomic citizen titanium dive watch energy is the source of the

    BalasHapus