Sabtu, 30 November 2013

JURGEN HABERMAS


A.    Biografi Jurgen Habermas
Jurgen Habermas adalah seorang sosiolog dari Jerman. Ia mungkin paling dikenal karena filsuf dalam tradisi teori kritis dan pragmatisme, ia mungkin paling dikenal karena teori-teorinya tentang rasionalitas komunikatif dan ruang publik. Jajak pendapat global yang konsisten mengidentifikasi Habermas sebagai salah satu intelektual terkemuka di dunia.
Jurgen Habermas lahir pada 18 juni 1929 di Dusseldorf Provinsi Rheinland-Westfalen Jerman Barat, kemudian ia dibesarkan di keluarga yang kelas ekonomi menengah dan keluarga agak tradisional dan bapaknya pernah menjabat sebagai direktur kamar dagang.[1] Dia terlahir lahir dengan bibir sumbing yang membuatnya sulit untuk berbicara dengan jelas, dan ia memiliki kesulitan dalam membentuk hubungan sosial karena ia sering bertemu dengan penolakan akhirnya ia menerima operasi korektif dua kali selama masa kecilnya.
Ketika berusia 15 atau 16 tahun, Habermas mengalami guncangan batin yang mendalam dan membuatnya defresi di mana waktu itu, terjadinya perang dunia II yang disaksikannya langsung, dengan melihat kejadian waktu itu, Habermas menjadikan titik pangkal dalam tulisannya.
Pada usia 15 atau 16 tahun saya duduk di depan radio dan merasakan apa yang sedang diperdebatkan di pengadilan Nuremberg. Ketika yang lain, bukannya diam karena dihantui perasaan ngeri, mulai mempersoalkan keadilan, pemeriksaan keadilan,masalah-masalah procedural dan yuridiksi, disitulah muncul jurang pemisah yang masih menganga. Tentu saja ini karena saya masih sensitive dan mudah tersinggung hingga saya tidak bisa menutup diri saya sendiri pada fakta ketidakmanusiawian yang disadari secara kolektif dalam kadar yang sama dengan mayoritas para pendahulu saya.[2]
Berakhirnya perang menimbulkan harapan dan peluang baru pemuda Jerman, termasuk Habermas, Dengan berakhirnya kekuasaan Nazi, semua jenis peluang intelektual muncul, dan buku-buku yang semula dilarang dibaca kini boleh dibaca dan tersedia buat Habermas.
Pada awal pendidikannya, Habermas dimulai dengan mempelajari filsafat di Universitas Gottingen dan Bonn dan mulai bergabung ke dalam Institute Fur Sozialforschung pada tahun 1956, yaitu lima tahun setelah Institut itu didirikan kembali di bawah kepemimpinan Adorno. Waktu itu ia berusia 27 tahun dan mengawali karier akademisnya sebagai asisten Theodor Adorno (seorang filsuf Jerman terkemuka di Institute for Social Research) antara tahun 1958-1959. Gelar Ph.D, didapatkannya setelah berhasil menyelesaikan dan mempertahankan disertasinya yang berjudul Das Absolut und die Geschichte (Yang Absolut dan Sejarah) yang kemudian diterbitkan menjadi buku pada tahun 1954 dan berisi tentang pertentangan antara yang Mutlak dan Sejarah dalam pemikiran Schelling.[3]
B.     Karya Jurgen Habermas
Sebagai seorang tokoh dan pemikir dunia yang terkenal, tentunya memiliki karya yang diakui oleh banyak orang sebagai bukti ketokohannya. Adapun karya yang pernah dipublikasikan oleh Jurgen Habermas antara lain seperti : 
1.      The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society (1962) diterjemahkan oleh Thomas Burger bersama dengan Frederick Lawrence, Cambridge, Polity Press, 1989.
2.      Theorie und Praxis / Theory and Practice (1963), diterjemahkan oleh John Viertel, Boston, Beacon Press, 1973
3.      Erkenntnis und Interesse / Knowledge and Human Interest, (1968), diterjemahkan oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1971
4.      Toward a Rational Society : Student Protest, Science and Politics (1968-9), diterjemahkan oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1970
5.      On the Logic of the Social Sciences (1970), diterjemahkan oleh Shierry W. Nicholsen dan Jerry Stark, Cambridge,Mass, MIT Press, 1988
6.      Legitimation Crisis (1973), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, Boston, Beacon Press, 1975
7.      Communication and thr Evolution of Society (1976), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, London, Heinemann, 1979
8.      Theorie des Kommunikativen Handelns /The Theory of Communication Action. Volume 1 Reason and Rationalization on Society (1981), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, Boston, Beacon Press, 1984
9.      Theorie des Kommunikativen Handelns / The Theory of Communication Action. Volume 2 Lifeworld and System : a Ctitique of Functionalist Reason (1981), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, B: aoston, Beacon Press, 1987
10.  Der Philosophische Diskurs der Moderne / The Philosophical Discourse of Modernity (1985), diterjemahkan oleh Frederick Lawrence, Cambridge, Polite
Ini adalah sebagian dari karya-karya Jurgen Habermas yang pernah dipublikasikan. Selebihnya masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu karya yang dimilikinya, baik dia menjadi editor maupun penulisnya langsung.
C.    Struktur-Struktur Sosial Ruang Publik
1.      Blue Print
Pendefinisan awal yang digambarkan Habermas mengenai ruang publik borjuis dapat kita mulai dengan melihat opini-opini yang banyak dibicarakan oleh orang banyak. Dalam hal ini saya bisa mengartikan ruang publik secara abstrak namun tidak merubah kaidah-kaidah dari apa yang dimaksud ruang publik itu sendiri.
Sebagai pemahaman awal, alangkah baiknya melihat apa yang dimaksud dengan ruang publik itu sendiri, seperti yang digambarkan oleh penulis, saya akan memulai dari apa yang dimaksud ruang privat, dan ruang otoritas publik.
Pada mulanya ruang privat hanya berkutik pada wilayah yang tertutup saja dan tidak merepresentasikan dirinya untuk diketahui orang banyak. Akan tetapi, manusia tidak bisa hidup sendiri dan perlu berinteraksi dengan orang banyak. Maka dari sini orang-orang tidak bisa hidup sendirian tanpa membangun hubungan dengan orang banyak, maka terbentuklah sebuah interaksi yang kemudian menjadi perkumpulan masyarakat untuk membentuk wilayah privat, baik dalam wilayah privat keluarga dan masyarakat sipil.
Ruang publik borjuis kemudian dapat dimengerti sebagai ruang masyarakat privat sphere of privat people yang berkumpul bersama menjadi sebuah publik.[4] Dari perkumpulan ini yang kemudian membentuk ruang untuk melawan otoritas publik guna mengemukakan opni mereka untuk melawan kebijakan-kebijakan yang ada di institusi yang khusus menangani wilayah publik.
Pada masa itu, orang-orang berinteraksi membangun hubungan melalui perkumpulan-perkumpulan yang tidak terkendali, dalam artian pembicaraan mereka masih terfokus pada pembicaraan sebatas di warung-warung kopi, rumah-rumah, salon dan tidak memiliki wadah yang special untuk menampung pembicaraan masyarakat yang masih belum bisa terkontrol, ini diakibatkan oleh belum terbentuknya wadah untuk menampung inspirasi mereka untuk di sampaikan kepada otoritas publik.
Perdebatan seputar kaidah umum yang mengatur hubungan-hubungan di dalam ruang pertukaran barang dagangan dan ruang kerja sosial yang secara mendasar telah terprivatisasi, meski pertikain politis ini agak istimewa namun ini relevan dengan penggunaan rasio secara publik oleh rakyat (Offentliches Rasonnement).[5]
Penggunaan kata (Rasonnement) memunculkan polemic dua sisi: memujanya, namun sekaligus menghinanya sekedar sebagai keluhan atas ketidakpuasan. Dimana pada waktu itu para ningrat tanah telah banyak merundingkan kesepakatan dengan raja, sehingga dari kasus ke kasus konflik kekuasaan yang melibatkan demarkasi (pemberangkatan) pembebasan kaum ningrat-tanah dari ketuanan atau kedaulatan tertinggi sang raja semakin dibuat berimbang.[6]
Kebebasan ningrat-tanah dari kedaulat tertinggi inilah yang kemudian melahirkan keningratan ketiga yang tidak mampu lagi mengukuhkan diri mereka sebagai ningrat-tanah yang berkuasa.[7]
Untuk lebih mudah dalam memahami ilustrasi cetak biru ruang publik borjuis abad ke 18 dapat ditampilkan dengan jelas melalui sekema wilayah-wilayah sosial pada diagram berikut:
Habermas, dengan mengusung tema ruang public yang dibawanya dari ranah sastera menyebut bahwa ruang public dalam artian politik datang dari kebutuhan riil masyarakat mengenai apa yang baik atau dianggap layak sebagai karya sastera yang bermutu. Hal ini sesuai dengan pernyataan habermas berikut ini: “… ruang public di wilayah politis berkembang dari ruang public di wilayah sastra…dengan mengendarai opini public tersebut, ia mempersentuhkan kebutuhan Negara dengan kebutuhan riil masyarakat sispil”[8]
Wilayah Privat           

Ruang Otoritas Publik

Masyarakat sipil (wilayah pertukaran komoditas dan wilayah kerja sosial

ruang dalam keluarga conjugal (para intelektual borjuis)

Ruang publik di wilayah politis

Ruang publik di dunia sastra (klub baca pers)

(pasar bagi produk-produk budaya) ‘kota’

Negara wilayah politis



Istana (masyarakat santun-terhormat
Untuk mengartikan ruang publik yang secara sederhana, bisa dikatakan Ruang publik merupakan ruang demokratis atau wahana diskursus masyarakat, yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan mereka secara diskursif.
2.      Institusi-Institusi Ruang Publik
Pada abad ke-17, kata le public dalam bahasa prancis diartikan sebagai lectures, spectaterurs dan auditaurs sebagai penerima dan pengonsumsi, di samping sebagai kritikus seni dan sastra. Acuan pada saat itu jelas masih pada istana demikian sesudahnya barulah mengacu pada bangsawan kota, dimaa istana bekerja sama dengan bangsawan borjuis dan anggota-anggotanya untuk menempati kursi-kursi paling terhormat di teater paris. Publik awal ini, terdiri atas istana dan kota, Namun kehidupan-santun aristokratis yang mendalam dari lingkaran-lingkaran elit ini telah mengusung karakteristik modern.[9]
Sebagai tanda paling awal mengenai perpaduan antara aristokrasi kota yang secara ekonomis tidak produktif dan secara politis tidak berfungsi di satu sisi, dengan para penulis, seniman dan ilmuan terkemuka di sisi lain (yang sering kali memiliki asal ususl borjuis) sebagai cirri pembeda salon abad abad ke-18.[10]
Pada zaman pemerintahan Philip dari Orlean, istana kehilangan posisi sentralnya di ruang public, karena waktu itu Philip memindahkan istana dari Versailles ke paris. Dimana kota mengambil alih fungsi-fungsi cultural, maka ruang public pun turut berubah secara bersamaan. Pada saat inilah terjadinya para kerabat dan dua penggantinya lebih menyukai kelompok-kelompok social kecil, jika malah lingkaran keluarganya sendiri yang pada tingkatan tertentu menghindari etiket.[11]
Sebelum revolusi, sastra dan seni digunakan untuk melukiskan pewakilan/perepresentasian dari raja itu sendiri, kehadiran seni dan sastra sebelum revolusi hanya digunakan sebatas privat dari raja itu saja. Setelah terjadinya revolusi, kemuliaan raja sedikit demi sedikit berangsur padam. Posisi politis mahkota, maupun temperamen pribadi yang mengenakannya tidak lagi seperti yang terjadi sebelumya. George si petani, Victoria si ibu rumah tangga, karena tak satu pun dari mereka yang berhasrat mempertahankan istana seperti Ratu Elizabeth I.[12]
Di mana kedai kopi dan salon menjadi pusat kritik-awalnya hanya bersifat kesustastraan, namun kemudian menjadi politis juga­­­­­­-yang di dalamnya kemudian kahir kelompok-kelompok baru di antara masyarkat skoratis dan para intelektual borjuis, sebuah kelompok terdidik yang memiliki kesamaan-kesaan tertentu.
Kelompok-kelompok terdidik ini membentuk ruang politisnya melalui warung-warung kopi dan salon, tetapi yang membangun kelompok-kelompok terdidik ini hanya diikuti oleh kaum peria saja. Dari sini kemudian, generasi penulis mulai pertempuran mereka dari penulis modern dan penulis kuno. Sebagaimana di ungkapkan habermas: “…seperti Driyden, yang dikelilingi oleh para penulis terlibat langsung dalam pertempuran ‘kuno lawan modern’ di kedai kopi…”.[13]
Berkumpulnya masyarakat privat menjadi sebuah public sebagian besar memang masih berada di balik pintu-pintu yang tidak terbuka untuk menuangkan aspirasi rill, dalam menghimpun aspirasa rakyat membutuhkan dealektik yang panjang dalam menyusun sebuah komunikasi untuk menciptakan pemahaman yang rasional.
“…Selama publisitas disembunyikan di dalam berkas-berkas rahasia raja, rasio tidak dapat mewahyukan dirinya secara langsung, cahaya rasio yang diselubungi demi keselamatannya sendiri, menampakkan diri setahap demi setahap. Habermas kemudian mempertegas pernyataan Lessing mengenai gerakan premason, yang pada waktu itu menjadi sebuah phenomena yang luas di eropa: gerakan ini sama tuanya dengan masyarakat borjuis-“atau mungkin sebaliknya, masyarakat borjuis malah keturunan dari gerakan premason itu sendiri…”[14]
Dalam praktik-praktik rahasia yang dilakukan masyarkat borjuis mengkelaim dirinya sebagai pendamai antara negara dan masyarakat. Sebagaimana di katakana oleh jurgen habermmas dalam hal ini adalah: “…ruang public borjuis tampil seolah-olah sebagai pendamai, memenangkan sekali lagi pertempuran publisitas yang diatur negara…”[15]
Pada dasarnya politis ruang public borjuis mengalami masalah yang serius di dalam internalnya sendiri, di mana perkumpulan rahasia mereka menjadi mangsa ideologinya sendiri dan pada akhirnya isu ini kemudian dibawa kepada negara, dengan desain kelompok borjuis sebagai pendamai untuk rakyat dan negara. Dari sinilah munculnya pewarta masyarakat untuk disampaikan kepada negara.
Di mana pewarta dalam hal ini adalah borjuis mulai memisahkan diri dari ruang public di waktu itu yang telah muncul. Ini mengindikasikan kerjasama intern borjuis intelek untuk menyerang otoritas negara dengan mengendarai opini public sebagai senjata untuk menyerang istana. Karena itulah bentuk hubungan social, keintiman borjuis dengan istana yang kemudian diterima secara luas tanpa perlu penegasan melalui unjuk gigi di dalam perayaan yang di tampilkan di wilayah persaudaraan dalam ruang istana.
Perdebatan di warung-warung kopi dan salon-salon memiliki perbedaan gaya yang berkembang sehingga orientasi pertamanya mencakup ukuran dan komposisi public dalam mengorganisaikan diskusi di antara masyarkat privat yang cenderung berlangsung tanpa henti. Karena itu mereka memilik criteria institusional, di mana institusional ini kemudian terpecah menjadi beberapa pemahaman antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, Mereka mempertahankan bentuk hubungan social yang jauh mengangankan kesetaraan status, malah mengesampingkan status tersebut. Mereka cenderung mengganti perayaan kedudukan dengan kesetaraan yang layak secara bijak. Persamaan yang dianggap sebagai satu-satunya landasan bagi pengukuhan argument lebih baik dalam memenangkan perlawanan terhadap hirarki social. Kedua, Diskusi di dalam public semacam itu mengandaikan adanya problematisasi wilayah-wilayah yang sampai saat itu masih belum dipersoalkan. Ketiga, Proses yang sama yang mengubah kebudayaan menjadi komoditas (sehingga menjadi objek diskusi) menciptakan sebuah public yang pada prinsifnya inklusif.[16]
Munculnya public tersebar sampai keranah social masyarakat privat melalui proses asimilasi yang kemudian memperkenalkan kebudayaan melalui public yang terbentuk menurut arah komersial produksi budaya, dari sinilah kemudian sebuah kategori social muncul.[17] Perkenalan produksi budaya melalui teater, seni dan music menyebar karena komersil budaya waktu itu lagi berkembang dan siapapun boleh menikmatinya.
Akan tetapi para aristokrasi istana tidak menaruh minat mereka dalam hobi membaca dan lebih kepada koleksi pujangga saja, dan bukan bukan merupakan public pembaca yang sesungguhnya. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Habermas mengenai ini adalah sebagai berikut: “…aristokrasi istana pada abad ke-17 bukan merupakan public pembaca yang sesungguhnya. Namun yang jelas, dia tetap memelihara para pujangga seperti dia memelihara pelayannya, meski produksi sastra didasarkan pada keinginan para patron yang sebenarnya lebih mendukung konsumsi besar-besaran ketimbang mendukung budaya membaca yang serius…”[18]
Begitu juga dengan kesusastraan, dalam pentas teater yang ada di jerman waktu itu baru menghasilkan sebuah public dalam makna yang ketat ketika teater melekat pada singgasana, ililah yang terjadi pada jerman waktu itu, teater menjadi sebuah khas bangsa.
Akan tetapi pergelaran teater mulai berkurang karena banyaknya kejahatan di wilayah pementasan yang mengakibatkan pekelahian dan pembunuhan, karena jauh sebelumnya, bukan hanya masyarkat saja yang duduk di kursi-kursi utama namun kursi itu diduduki oleh kelompok borjuis yang berbusana mewah. Akan tetapi di inggris teater khalayak rame ini tidak bertahan lama pada masa Charles II, hanya satu saja yang dipertahankan di bawah perlindungan istana.[19] Teater ini kemudian mendapat pengawalan yang ketat dari dari kerajaan waktu itu. Hanya pada pase pasca revolusi inilah kemudian ditandai oleh tradisi komedi-komedi ala Dryden menuju drama-drama ala Congreve, muncul tetater-teater yang dibuka untuk umum bagi penonton.
Habermas menyebutkan bahwa: “…pada tahun 1766, sebagai konsekuensi dari upaya-upaya kritis Gottsched dan Lessing, Jerman memiliki sebuah teater yang permanen, ‘Teater Nasional Jerman’ (Dutsches Nationaltheater)[20]…”
Sejak kemunculan teater nasional inilah menghasilkan banyak pergeseran yang menghasilkan sebuah perubahan di komposisi publik yang mengalami pergeseran dalam ranah publik yang waktu itu sangat ketat karena antara penonton-teater lebih ketat ketimbang publik pembaca.
Habermas menyatakan bahwa: “…apabila dinilai menurut fungsi sosialnya, music ini memang dapat berfungsi meningkatkan kesakralan dan martabat penyembahan, glamour perayaan-perayaan di istana-para composer ditunjuk sebagai musisi istana, gereja/majelis keningratan dan mereka bekerja menurut yang diperintahkan, sama seperti penulis yang melayani patron dan actor-aktor istana yang melayani para raja… ”[21]
Karena masyarakat jarang sekali mendengarkan music kecuali di istana/di gereja, maka pertama kalinya muncullah sekelompok music privat Collegia Misica muncul di ataas panggung, di mana pada waktu itu kelompok privat inilah yang menobatkan dirinya sebagai kelompok konser publik, dari sinilah muncul music yang tidak terikat pada satu tujuan tertentu.
Konflik berkenaan dengan penilaian-awam, publik sebagai otoritas kritis, berlangsung sangat keras di wilayah tersebut. Habermas menyontohkan: “dalam melukis, pada esensinya mereka hanya melukis bagi para kolektor ahli di antara para bangsawan, namun di titik ini para seniman tersebut melihat diri mereka dipaksa oleh kondisi untuk mulai bekerja melayani keinginan pasar”. Karena dengan adanya wadah atau jalur distribusi ini para pelukis sudah mulai membebaskan dirinya dari aturan-aturan gereja dan istana. Begitu juga dengan para pembuat patung akhirnya ikut-ikutan membebaskan dirinya -seperti yang dilakukan leh para pelukis, pematungpun mengambil bagian masing-masing untuk bebas memasarkan hasil-hasil dari karya yang di buatnya, kemudian dipasarkan tanpa di tahan oleh gereja/istana.
Mulai dari sini kemudian, hasil-hasil diskusi di warung-warung kopi dan salon-salon melahirkan insturumen-instrumen yang melembagakan kritik terhadap sastra maka jurnal-jurnal khusus kritik seni dan budaya adalah ciptaan istimewa pada abad ke-18. Hadirnya kritik seni tampaknya membakar semua pandangan kita dalam memahami seni itu sendiri, Nampak jelas bahwa, hadirnya kritik seni ini memberikan dampak yang sangat signifakan dalam kemunculannya hingga ke ranah filsafat. “filsafat tidak lagi dimungkinkan kecuali sebagai filsafat kritis, begitu pula sastra dan seni tidak lagi dimungkinkan kecuali berkaitan dengan kritik sastra dan seni”.[22]
Dalam Tattler, Spectator dan guardian, publik seperti membentangkan cermin bagi diri mereka sendiri, kendati demikian mereka masih belum sampai kepada pemahamani-diri dengna membalikkan refleksi terhadap karya-karya filsafat sastra, seni dan ilmu pengetahuan tersebut kepada diri mereka sendiri.
Addison sendiri menganggap dirinya sebagai penyensor tingkah laku dan moral-esai-esainya berisi tentang kepedulian sosial, sekolah bagi orang-orang miskin, perbaikan pendidikan, pembelaan bentuk-bentuk hubungan yang beradab, polemic melawan kejahatan dari perjudianpanatisme dan keangkuhan ilmu dan perlawanan terhadap kehambaran para estetis dan eksentrisitas kaum terpelajar.[23]
D.    Kesimpulan
Dari pemaparan yang disampaikan di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa: Ruang publik adalah ruang demokratis atau wahana diskursus masyarakat, yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan mereka secara diskursif. Terdapatnya sebuah wilayah sosial yang terbuka, bebas dari sensor dan dominasi. Di mana semua wilayah yang memungkinkan kehidupan sosial manusia membentuk opini publik yang relatif bebas. Orang-orang yang terlibat di dalam percakapan public sphere adalah orang-orang privat, bukan orang dengan kepentingan bisnis atau profesional, bukan pejabat atau politikus, yang memiliki kebebasan dalam menyatakan pendapatnya.



[1] Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial:  Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, hal. 211.
[2] Ibrahim Ali Fauzi, Jurgen Habermas: Seri Tokoh Filsafat, Jakarta: Teraju, 2003, hal. 18-19
[3] Bertens, Filsafat Barat Kontemporer Inggris Jerman. Jakarta: Gramedia. 2002. hlm 236.
[4] Jurgen Habermas, Ruang Publik: Sebuah Kajian Tentang Masyarakat Borjuis, Bantul: Kreasi Wacana, 2004, Cetakan ke-IV, hal. 41.
[5] Ibid, hal 41
[6] Ibid, hal. 42
[7] Ibid, hal. 43
[8] Ibid…, h. 46
[9] Ibid, hal. 47.
[10] Ibid, hal. 47.
[11] Ibid, hal. 48.
[12] Ibid, hal. 49.
[13] Ibid, hal. 50.
[14] Ibid, hal. 53
[15] Ibid, hal. 54.
[16] Ibid, hal. 54-56
[17] Ibid, hal. 58.
[18] Ibid, hal. 58.
[19] Ibid, hal. 59.
[20] Ibid, hal. 59
[21] Ibid, hal. 60.
[22] Ibid, hal. 64.
[23] Ibid, hal. 66.

Selasa, 26 November 2013

Epistimologi Revolusi Ilmiah Thomas S. Khun


A. PENDAHULUAN
Perkembangan pemikiran Barat hingga awal abad ke dua puluh ini telah menempatkan kedudukan sebagai pengetahuan yang mempunyai pamor tinggi. Tidak dapat disangkal, filsafat ‎merupakan induk segala ilmu, karena daripadanya berkembang ilmu-ilmu ‎pengetahuan yang beragam sampai pada spesifikasinya yang amat khusus. Dewasa ini kita ‎mengenal ilmu-ilmu sosiologi, matematika, ilmu perbintangan, tehnik nuklir dsb. yang keberadaannya ‎tidak mungkin bisa dipahami selain dalam kaitannya dengan perkembangan filsafat.‎
Di samping itu filsafat telah menyumbangkan pemikiran-pemikiran besar yang mampu ‎menggerakkan orang untuk merubah masyarakat. Pada abad pertengahan, perkembangan ilmu pengetahuan dimulai dari Yunani,  ada beberapa hal yang paling banyak dilupakan oleh kebanyakan sejarawan adalah sumbangan pemikiran dari Timur, terutama Islam bagi perkembangan ilmu di dunia Barat. Sejarah membuktikan bahwa, pada abad pertengahan, pemikiran Islam justru mengalami perkembangan yang pesat, terutama pada zaman Bani Abbasiyah. Bahkan karya pemikir Islam banyak diambil alih oleh dunia Barat, yang justru melahirkan renaissance. Oleh karena itu, tidak berlebihan bila pemikiran dunia Islam  merupakan salah satu pendorong timbulnya renaissance.  
Renaissance  merupakan peralihan dari zaman pertengahan ke zaman modern, di mana pada zaman ini merupakan zaman yang sangat menaruh perhatian dalam bidang seni lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, ilmu pengetahuan, dan tekhnologi. Pada masa ini, berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan suatu perubahan tevolusioner dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran baru dalam filsafat.  
Kalau kita menoleh ke belakang, pemikiran Rene Descartes mengantarkan Thomas Khun untuk menciptakan pemikiran baru dan memperbaiki kekacauan ilmiah yang salah persepi oleh pendahulu seperti Descarates. Akan tetapi kita bisa mengambil hikmah dari pemikiran Rene Descartes yang kiranya kita bisa jadikan pemikirannya sebagai spirit untuk memberi nafas perjalanan pemikirannya.  Pemikiran Rene Descartes memberikan sumbangsih untuk mengantar ilmu pengethuan khususnya dalam bidang filsafat.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada abad pertengahan, para pemikir barat mulai bangkit, terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa. Pada zaman perkembangan ilmu di Eropa, ilmu pada dasarnya adalah bagian penting dari proses pencapaian dominasi atas bangsa yang lemah hingga kini masih merupakan ujung kebiadaban dunia.  
Namun perlu dicatat bahwa, kelahiran ilmu filsafat ini dipelopori oleh Sokrates, Plato dan Aristoteles. Ketiga pelopor ini merupakan filosuf filsafat yang termasyhur, karena karena dari sini tonggak peradaban manusia berawal.  Berkat pemikiran tokoh inilah yang kemudian mengantarkan filsafat menjadi sebuah peletak batu pertma dalam proses terbentuknya ilmu pengetahuan yang banyak melahirnkan ilmu-ilmu yang kita kenal di masa sekarang.
Apa yang disebut dengan filsafat ilmu baru ini dimulai dengan terbitnya karya Thomas S. Kuhn The Structure of Scientific Revolutions. Tulisan ini mempunyai arti penting dalam perkembangan filsafat ilmu, tidak saja karena keberhasilannya membentuk dan mengembangkan wacana intelektual baru dalam filsafat ilmu, tetapi juga kontribusi konseptual yang memberi insight dalam berbagai bidang disiplin intelektual dengan derajat sosialisasi dan popularitas yang jarang dapat ditandingi.
Untuk lebih mengenal seorang tokoh Thomas Khun, pemakalah akan memaparkannya di bawah ini, tentunya akan dimulai dari pengenalan tokoh, riwayat hidupnya selama menjadi seorang ilmuan, sejauh mana sumbangsih pemikirnanya sampai sekarang, bagaimana evistimologinya, dan implikasi pemikirannya bagi perkembangan ilmu di dunia Islam.

B. BIOGRAFI
Sebelum mengenal pemikiran seorang tokoh, alangkah baiknya jika dimulai dari latar belakang atau biografi kehidupannya. Tokoh yang akan dibahas pada kali ini memiliki peranan yang cukup penting dalam proses terbentuknya revolusi ilmu pengetahuan. Untuk dapat melihat kondisi hidup tokoh tersebut dan teori apa saja yang pernah dikemukakan dalam  pemikirannya. 
Tokoh filsuf ini mempunyai nama lengkap Thomas Samuel Kuhn, dia lahir pada tanggal 18 Juli 1922 di Cincinnati, Ohio, Amerika, putera dari Samuel L Kuhn, ayahnya adalah seorang Insinyur industry dan mantan Annette Stroock. Kuhn mempunyai istri yang bernama Jehane R Kuhn, dari pernikahannya dengan Jehane, ia dikaruniai dua orang puteri yang bernama Sarah Kuhn di Framingham, Massachussets, dan Elizabeth Kuhn di Los Angeles, serta seorang putera yang bernama Nathaniel S Kuhn di Alington, Massachussets.  Sebenarnya sebelum Kuhn menikah dengan Jehane, ia pernah menikah dengan seorang wanita yang bernama Kathryn Muhs di Princeton, New Jersey. Thomas Kuhn adalah seorang filosof ilmu pengetahuan, yang pada mulanya ia adalah seorang mahasiswa yang kuliah pada bidang ilmu fisika teoritik sebelum konsentrasi pada sejarah ilmu pengetahuan di Universitas Hardvard. 
Pada tahun 1943 ia mendapat gelar Sarjana Muda. Gelar Master ia dapatkan pada tahun 1946. Kemudian pada tahun 1949 Kuhn menerima gelar Ph.D, dalam satu bidang dan satu Universitas yaitu bidang fisika dari Hardvard University dan di sana ia diangkat sebagai Asisten Professor di bidang Pendidikan Umum dan Sejarah Ilmu. 
Pada tahun 1954 Kuhn mendapat gelar Guggenheim Fellow. Pada tahun 1956 ia menjadi Dosen di University of California, Barkeley. Kemudian pada tahun 1961 ia menjadi Professor penuh dalam bidang sejarah ilmu , dan pada tahun 1964 mendapat gelar Professor dalam bidang filsafat dan sejarah ilmu di Universitas Princeton dalam bidang filsafat di MIT. 
Pada tahun 1979 ia kembali ke Boston, dan saat itu pula ia diangkat sebagai Professor Filsafat dan Sejarah Ilmu di Massachussets Institute of Technology. Pada tahun 1982 Kuhn mendapat penghargaan George Sarton Medal di bidang Sejarah Ilmu, dan mendapat gelar Honorary dari beberapa Institut, seperti Columbia University, dan beberapa universitas lain seperti Notre Dame, Chicago, Padua, Athena, dan lain sebagainya. Kemudian pada tahun 1983 Kuhn kembali dikukuhkan sebagai Professor. Dia diangkat sebagai pemegang rekor pertama dalam bidang filsafat dan sejarah ilmu, dan pada tahun 1991 dan pensiun dengan tetap memegang predikat Professor Emeritus. 
Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum fisikawan itu meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik dengan kanker dari Bronchial Tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di Cambridge Massachusetts. 
Karya Kuhn cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat banyak sambutan dari filsuf ilmu dan ilmuwan adalah The Structure of Scientific Revolution, sebuah buku yang terbit pada tahun 1962, dan direkomendasikan sebagai bahan bacaan dalam kursus dan pengajaran berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, riset dan sejarah serta filsafat sains. 
C. GAGASAN POKOK PEMIKIRAN THOMAS KHUN 
Setelah mengetahui latar belakang dari tokoh, alangkah baiknya jika melirik apa saja yang menjadi gagasan pokok dari apa yang pernah ditawarkan beliau sebelumnya. Adapun gagasan beliau yang paling kontroversi pada renaissance adalah revolusi ilmiah. Di mmana pada pemikirannya waktu itu, ia menjadi orang yang kontroversi dikalangan ilmuan social seperti; ilmu sosiologi, antropologi, politik, dll.
Paradigma adalah istilah sebuah pandangan ilmiah dalam pemikiran filsuf ilmu Thomas Kuhn. Dia mendefinisikan Paradigma sebagai “Praktek yang mendefinisikan disiplin ilmiah pada beberapa poin dalam waktu.” Paradigma dalam pemikiran Thomas Kuhn adalah sesuatu yang berdasar budaya. Adapaun yang menjadi gagasan pokok pemikiran Thomas Khun adalah terkait mengenai Revolusi Ilmiah. Keberaniannya dalam menantang para tokoh ilmuan waktu itu, memberikan corak yang sangat sangat menggemparkan, terutama dari para tokoh-tokoh filsafat, sosiologi, dan antropologi.
Gagasan pokok pemikiran Thomas Khun mengenai perkembangan revolusi ilmiah tidak terlepas dari peranan sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang terjadi. Bagi Kuhn sejarah ilmu merupakan starting point dan kaca mata utamanya dalam menyoroti permasalahan-permasalahan fundamental dalam epistemologi yang selama ini masih menjadi teka-teki. Thomas Khun kemudian mengagas perkembangan ilmiahnya melalui beberapa tahap dan perkembangan ilmiah terjadi secara revolusi. adapaun skema perkembangan ilmiah yang Thomas Khun makasud adalah tergambar sebagai berikut:
(Skema perkembangan ilmu Thomas Samuel Khun) 
Untuk lebih mengenal yang di maksud revolusi di atas adalah, kita akan memulainya dengan tahapan paradigm I s/d terjadinya Paradigm II.
1. Paradigm I
suatu asumsi dasar dan asumsi teoretis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi suatu sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.  Pada bagian paradigma I model atau pola yang diterima oleh suatu masyarakat sains tertentu, di mana orang-orang mulai mempertanyakan dari mana ilmu pengetahuan itu didapat, bagaimana cara mengukur pengetahuan itu, dll.
2. Normal science
Sains yang normal adalah periode akumulasi ilmu pengetahuan, di mana ilmuwan-ilmuwan berorientasi dan memegang teguh paradigma pendahulunya. Terjadinya normal science karena, di mana pada pase ini ilmu ilmu pengetahuan sudah memiliki tempat didalam ilmu pengetahuan atau dengan kata lain pengethuan sudah memiliki kemapanan dalam bentuk teori dan lain sebagainya.
3. Anomalies
periode pertentangan antara kelompok ilmuwan yang memegang teguh pencapaian-pencapaian lama dengan ilmuwan-ilmuwan yang menanggapi kehadiran gejala-gejala baru itu, dan karenanya mereka menghendaki perubahan-perubahan dan perkembangan komitmen-komitmen baru, yang dapat digunakan untuk menjawab tantangan-tantangan baru dari gejala itu. Sebab utama kehadiran periode ini adalah gagalnya paradigma lama untuk memecahkan masalah-masalah baru yang hadir bersama gejala-gejala baru.  
Setelah ilmu itu memilki tempat yang mapan, maka akan timbul berbagai macam penyimpangan-penyimpangan/masalah dalam ilmu itu, baik dengan metode yang digunakan.  Terjadinya anomaly dikarenakan oleh, banyaknya penemuan baru yang tidak memilki tempat dan ruang dalam ilmu pengetahuan. Maka akan menyebabkan terjadinya masalah-masalah dalam pengetahuan itu sendiri.
4. Crisis
Terjadinya krisis ilmu pengetahuan dikarenakan, adanya penemuan-penemuan baru yang tidak memilki tempat untuk menampung inspirasi dari ilmu pengetahuan tersebut. Semakin banyaknya anomaly yang terjadi didalam ilmu pengetahuan, maka rentan sekali ilmu pengetahuan akan terjadi krisis.
5. Revolution
Pada saat terjadinya krisis dalam ilmu pengetahuan, maka apa yang disebut revolusi muncul sebagai jawaban untuk memberikan alternative-alternatif dan memberikan ruang yang kosong pada ilmu pengetahuan, di mana sebelumnya terkocar-kacir dan tidak memilki tempat. periode munculnya teori baru yang secara radikal menggantikan teori lama. Revolusi sains dibuka oleh kesadaran yang semakin tumbuh yang ditandai oleh pandangan subdivisi masyarakat sains yang cenderung bersifat sempit, yaitu tidak difungsinya lagi paradigma lama. Karenanya paradigma lama harus digantikan oleh paradigma baru. Bertolak dari dasar proses ini maka lahirlah paradigma baru. Dengan terjadinya revolusi, ilmu pengethuan akan semakin betambah dan memilki tempat yang setara dengan ilmu-ilmu lain. 
6. Paradigm II
Setelah terjadinya revolusi ilmu, maka akan muncul lagi paradigma baru didalam ilmu pengetahuan. hasil revolusi sains yang menggantikan kedudukan paradigma lama. Berdasarkan karakter proses ini maka ciri untuk menentukan standar revolusi sains adalah ada atau tidaknya penerobosan terhadap suatu komitmen sains yang normal. Ciri lainnya adalah ada tidaknya anomali, krisis dan akhirnya pergantian kedudukan terhadap suatu teori lama.

Dalam karyanya yang berjudul The Structure of Scienteific Revolutions, Kuhn mendekati pengertian ilmu secara internal yang kemudian berbeda dengan pemikiran Popper.   Dalam buku tersebut, Kuhn mengemukakan pandangan tentang ilmu yang berputar pada lima tahapan yang kemudian dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu: 
Tahap Pertama, paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas lmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Di sini para ilmuwan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang digelutinya secara rinci dan mendalam. Dalam tahapan ini, para ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbingnya. Selama menjalanka aktivitas ilmiah, para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang dipergunakan sebagai bimbingan atau arahan aktivitas ilmiahnya. Inilah yang dinamakan anomali. Anomali adalah suatu keadaan yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan paradigma yang dipakai.
Tahap Kedua, menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Para ilmuwan mulai keluar dari jalur ilmu norma.
Tahap ketiga, para ilmuwan bisa kembali pada cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigma  tangingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma baru inilah yang dinamakan revolusi ilmiah.
D. ANALISIS EPISTIMOLOGIS
Setelah mengetahui pokok pemikiran Khun, alangkah baiknya bila kita melihat dan menyeleksi dari pemikiran yang ditawarkan dalam revolusi ilmu yang memberikan gebrakan baru dalam ilmu pengethuan. Untuk mengetahui dasar pemikiran dari Thomas Samuel Khun, alangkah lebih baiknya kita mengetahui sumber ilmu yang dimilki oleh Thomas Khun. Adapun yang ingin saya paparkan adalah sebagai berikut:
1. Sumber Pengetahuan
Thomas Samuel Kuhn mula-mula meniti karirnya sebagai ahli fisika, tetapi kemudian mendalami sejarah ilmu. Lewat tulisannya, The Structure of Scientific Revolutions, ia menjadi seorang penganjur yang gigih yang berusaha meyakinkan bahwa titik pangkal segala penyelidikan adalah berguru pada sejarah ilmu. Sebagai penulis sejarah dan sosiolog ilmu kuhn mendekati ilmu secara eksternal. Kuhn dengan mendasarkan pada sejarah ilmu, justru berpendapat bahwa terjadinya perubahan-perubahan yang berarti tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk membuktikan salah (falsifikasi) suatu teori atau sistem, melainkan berlangsung melalui revolusi-revolusi ilmiah.
2. Cara memperoleh pengetahuan
Kuhn menggunakan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikannya. Dengan menggunakan sejarah ilmu sebagai titik tolak dalam melakukan penyelidikan, Thomas Khun dengan sangat berani memperkenalkan paradigma. Namun pada waktu itu, perkembangan ilmu mengalami krisis yang luar biasa, dengan menggunakan penyelidikannya pada sejarah panjang ilmu pengetahuaan. sebagai alat untuk menemukan apa yang diperkenalkan oleh Khun yaitu, Paradigma.
adapun paradigma merupakan alat untuk mencapai normalnya ilmu pada waktu itu.

F. PENUTUP
Mudah-mudahan apa yang saya paparkan di atas memberikan banyak manfaat untuk kita semua, tentunya menjadi spirit kita untuk terus tetap meng-update informasi-informasi yang bisa mengarahkan kita untuk terus belajar dan mencari informasi yang bisa mmenambah khazanah keilmuan kita dalam mempelajari Filsafat Ilmu.
Sebagai penutup dari makalah ini, saya ingin menegaskan bahwa, dalam setiap perkembangan ilmu pengetahuan selalu terdapat fase yang paling inti yaitu; normal science dan revolutionary science. Singkatnya, normal science adalah teori pengetahuan yang sudah mapan sementara revoutionary science adalah upaya kritis dalam mempertanyakan ulang teori yang mapan tersebut dikarenakan teori tersebut memang problematis.

Daftar Pustaka

Rizal Mustasyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013)
Listiyono Santoso, Sunarto, DKK, Epistimologi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006)
Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu Sejarah Dan Ruang Lingkup Bahasan, terj. Saut Pasaribu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
James A . Marcum, Thomas Kuhn’s Revolution: An Historical Philosophy of Science, (New York: Cambridge University Press, 2005)
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.110.
My Jelly, 2011. Paradigma Thomas Samuel Khunhttp://freiremuda.blogspot.com/2010/05/paradigma-thomas-samuel-khun.html?zx=78361b381c4700a3, diakses pada tanggal 02 November 2013.
M. Munandar  Soelaiman, Dinamika Masyarakat Transisi; Mencari Alternative Teori Sosiologi dan Arah Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998)
George Ritzer, Sosiologi Berparadigma Ganda, terj. Alimandan, (Jakarta: Rajawali Press, 1990)
Bernard Arief Shidarta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2000)
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2009)



PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT DI PEDESAAN


A. PENDAHULUAN
Masalah kemiskinan merupakan isu krusial di Indonesia sejak dahulu hingga detik ini.  Kemiskinan kini menjadi suatu identitas yang melekat dengan perdesaan seperti warisan yang diterima turun- temurun. Sehingga tidak heran kalo banyak penduduk desa yang mengadu nasib baik di kota atau menjadi  tenaga kerja di luar negeri dalam upayanya untuk memperbaharui taraf hidup keluarganya.sudah menjadi fenomena missal yang kronis dan mendalam. Bahkan pada banyak kasus, kemiskinan sudah bersifat antar-generasi. 
Semua itu balik lagi kepada kurangnya perhatian dan keseriusan pemerintah, untuk mencari jalan keluar dan mencari program yang benar-benar pas diterapkan disuatu desa. Selain dari pada kurangnya perhatian pemerintah, ternyata banyak persoalan yang menyebabkan terjadinya kemiskinan itu sendiri. Dari beberapa pakar dan para ahli mereka menyimpulkan beberapa persoalan itu, diantaranya: 
1. Tingkat pendidikan serta kualitas pendidikan masyarakat yang masih rendah
2. Rendahnya asset yang dikuasai oleh masyarakat perdesaan
3. Pelayanan sarana dan prasarana pedesaan yang kurang memadai
4. Terbatasnya kesempatan untuk melakukan usaha di perdesaan
5. Lemahnya pembangunan berbasis masyarakat dan lemahnya koordinasi didalam pembangunan perdesaan itu sendiri.
Keterbatasan akses dan mutu pelayanan kesehatan di pedesaan, ini dikarenakan sarana kesehatan umumnya dibangun hanya sampai wilayah kecamatan, dengan sarana dan prasarana yang serta sumber daya manusia yang sangat terbatas. Keterbatasan akses dan mutu pendidikan dipedesaan menjadikan pendidikan merupakan hal yang tidak penting. Mereka berfikir dengan bisa membantu berladang maka akan terpenuhi kebutuhan hidupnya, karena di desa masih banyak menyedikan lahan yang cukup untuk bertani dan berkebun.
Minimnya akses Transportasi, pendidikan dan kesehatan tersebut diatas jelas akan menyebabkan kemiskinan di pedesaan. Dengan berbagai keterbatasan tersebut maka penduduk desa bekerja untuk mendapatkan hasil yang sangat terbatas walau sudah berusaha maksimal. Disamping itu apabila banyaknya hasil komoditi di desa tersebut tidak bisa digunakan secara maksimal yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa tersebut, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bagi Penduduk yang merasa kaya di desa mereka akan meninggalkan desa dan pindah diperkotaan untuk mendapatkan berbagai akses pembangunan yang bisa di dapatkan di perkotaan. Akibatnya Penduduk yang tinggal di desa akan tetap menjadi miskin dan tertinggal dari segi ekonomi.
Dari beberapa pokok persoalan tersebut, hendaknya pemerintah harus segera berupaya mencari jalan keluar agar permasalahan kemiskinan ini sedikit banyak bisa ditanggulangi, sehingga persentase penduduk miskin bisa menurun. Lalu upaya seperti apa yang seharusnya dijalankan pemerintah? Nah mungkin sebaiknya pemerintah mempertimbangkan beberapa hal, sebagai suatu solusi dalam upaya pengentasan kemiskinan. pengembangan ekonomi local, mempercepat pertubuhan ekonomi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. 

B. FENOMENA KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan penonema yang masih belum menemukan titik terang, Berdasarkan definisi kemiskinan dan fakir miskin dari BPS dan Depsos (2002), jumlah penduduk miskin pada tahun 2002 mencapai 35,7 juta jiwa dan 15,6 juta jiwa (43%) diantaranya masuk kategori fakir miskin. Secara keseluruhan, prosentase penduduk miskin dan fakir miskin terhadap total penduduk Indonesia adalah sekira 17,6 persen dan 7,7 persen. Ini berarti bahwa secara rata-rata jika ada 100 orang Indonesia berkumpul, sebanyak 18 orang diantaranya adalah orang miskin, yang terdiri dari 10 orang bukan fakir miskin dan 8 orang fakir miskin.  

1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan memiliki banyak sekali penafsiran yang cukup luas, maka dari itu, perlu rasanya untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kemiskinan itu deengan lebih gambling. Melihat banyak sekali pengertian yang di definisikan oleh para ahli, alangkah baiknya jika kita lebih mengkerucutkan lagi apa yang dimaksud dengan kemiskinan itu? Untuk lebih jelasnya, disini ada bebrerapa pengertian kemiskinan yang bermacam-macam, adapun kemiskinan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak.  
b. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.  
c. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.  
d. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan.  
e. Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: 
1) Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan).
2) Sumber keuangan (pekerjaan, kredit).
3) Organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial).
4) Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa.
5) Pengetahuan dan keterampilan, dan 
6) Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup. 

2. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah sebuah kemiskinan yang hadir dan muncul bukan karena takdir, bukan karena kemalasan, atau bukan karena karena keturannya miskin. Namun kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang muncul dari suatu usaha pemiskinan. Pemiskinan yang dilakukan oleh sebuah sistem Negara. Para pakar strukturalis menyatakan bawah kemiskinan ini timbul karena adanya hegemoni dan karena adanya kebijakan negara dan pemerintah atau orang-orang yang berkuasa, dimana orang yang termarjinalkan semakin termarjinalkan saja.
Menunjuk pada struktur, atau system yang tidak adil, tidak sensitive dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau kelompok orang menjadi miskin.  Harus diakui bahwa siapa pun tak ada yang menghendaki dirinya bodoh, terbelakang dan miskin. Setiap manusia berharap bisa hidup berkecukupan dan tak terbelakang. Namun, dalam realitas harapan tersebut terkubur dan kandas oleh kondisi yang memaksa.
Secara sosiologis, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan ditentukan oleh tiga faktor; yakni kesadaran manusia, struktur yang menindas, dan fungsi struktur yang tidak berjalan semestinya. Dalam konteks kesadaran, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan biasanya merujuk pada kesadaran fatalistik dan menyerah pada "takdir". Suatu kondisi diyakini sebagai pemberian Tuhan yang harus diterima, dan perubahan atas nasib yang dialaminya hanya mungkin dilakukan oleh Tuhan. Tak ada usaha manusia yang bisa mengubah nasib seseorang, jika Tuhan tak berkehendak. Kesadaran fatalistik bersifat pasif dan pasrah serta mengabaikan kerja keras.

3. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang sangat kompleks, baik dari faktor penyebab maupun dampak yang ditimbulkannya.
Kemiskinan relatif menunjukkan ketidakmerataan pendapatan antara seseorang dengan orang lain dalam suatu kelompok atau satu kelompok dengan kelompok masyarakat yang lain. Bank Dunia menggunakan ukuran ketidakmerataan sebagai berikut: Tingkat ketidakmerataan tinggi bila 40% penduduk terbawah menerima kurang dari 12% jumlah pendapatan. Tingkat ketidak merataan sedang bila menerima antara 12 - 17%. Tingkat ketidakmerataan rendah bila menerima lebih dari 17%. 
Kemiskinan relative biasanya masalah yang sangat krusal dalam memaknainya, jadi untuk menemukan yang dimaksud kemiskinan relative adalah: Seseorang tergolong miskin relatif apabila seseorang tersebut sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. 
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin.  Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk sehingga dengan menggunakan definisi ini berarti “orang miskin selalu hadir bersama kita”.
Tatkala negara menjadi lebih kaya (sejahtera), negara tersebut cenderung merevisi garis kemiskinannya menjadi lebih tinggi, dengan kekecualian Amerika Serikat, yaitu garis kemiskinan pada dasarnya tidak berubah selama hampir empat dekade. Misalnya, Uni Eropa umumnya mendefinisikan penduduk miskin adalah mereka yang mempunyai pendapatan per kapita di bawah 50 persen dari median (rata-rata) pendapatan. Ketika median/rata-rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat.
Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan, dan perlu disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama. 

4. Kemiskinan Absolut
Indikator kemiskinan yang dikemukakan BKKBN adalah: untuk keluarga pra sejahtera terdiri dari: seluruh anggota keluarga tidak bisa makan dua kali sehari atau lebih; tidak memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja, sekolah dan bepergian; bagian lantai terluas dari tanah.   Sedangkan indikator kemiskinan untuk keluarga sejahtera I terdiri dari: seminggu sekali keluarga tidak selalu dapat makan daging/ikan/telur; belum tentu setahun sekali anggota keluarga memperoleh minimal satu stel pakaian baru; lantai rumah kurang dari 8 m2 untuk tiap penghuni.
Adapun yang menjadi Indikator-indikator kemiskinan yang lain juga dapat berupa: 
a. Kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak 
b. Terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif
c. Kurangnya kemampuan membaca dan menulis
d. Kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup
e. Kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi
f. Ketidakberdayaan atau daya tawar yang rendah; dan 
g. Akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas.   
Penduduk miskin bukanlah orang yang tidak mempunyai apa-apa, tetapi memiliki serba sedikit modal sosial untuk mengembangkan diri. 
C. KEMISKINAN DI PEDESAAN
Pedesaan adalah bagian integral dari suatu negara maka berarti kemiskinan  pedesaan juga merupakan kemiskinan negara. Di samping itu, kemiskinan pedesaan  juga sebagai salah satu penyebab terjadinya urbanisasi yang kurang diinginkan dan  akan menyebabkan terjadinya regional disparity. Oleh karena itu, pedesaan haruslah  ditangani secara lebih serius agar kesejahteraan masyarakatnya dapat ditingkatkan. Suatu bukti yang tidak dapat dipungkiri tingkat sosial ekonomi masyarakat pedesaan  di Indonesia relatif masih rendah, padahal pedesaan memberikan andil yang cukup  besar terhadap perekonomian nasional melalui kontribusi sektor ekonomi pedesaan. 
 Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan.  Hal ini disebabkan oleh berbagai kondisi yang menekan kehidupan, satu sama lainnya  saling berpengaruh dan mensejarah. Keadaan tersebut bukan sesuatu yang diinginkan  oleh si miskin, melainkan suatu hal yang tidak dapat mereka hindari dengan kekuatan  sendiri. Untuk mengentaskan masalah kemiskinan tersebut, pemerintah telah  melakukan berbagai upaya, seperti mengintrodusir berbagai macam paket teknologi  pertanian ke pedesaan, membentuk kelembagaan formal pada tingkat desa. Kehadiran semuanya ini diharapkan dapat membangkitkan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga mereka terlepas dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan. 
Kemiskinan di pedesaan di tandai dengan berbagai macam permasalahan, adapun yang menjadi masalah di suatu wilayah atau khuusnya desa terjadi beberapa factor:
1. Factor internal
a. Keterbatasan pengetahuan
Keberhasilan kegiatan pembangunan tidak hanya memerlukan dukungan investasi modal fisik semata, melainkan juga sumber daya manusia. Tanpa adanya dukungan sumber daya manusia yang memadai, akan terjadi ketidakmampuan dalam menjalankan investasi di berbagai sektor perekonomian dan sebagai akibatnya pertumbuhan ekonomi tidak akan dapat dicapai secara berkelanjutan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap daerah, dimana keberhasilan pembangunan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduknya. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan dasar (basic need) bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf kehidupannya. 

b. Keterbatasan modal usaha
Salah satu ciri dari kemiskinan yang sudah lama dikenali para ahli adalah kehausan rumah tangga miskin khususnya di peredesaan dan pesisir terhadap kredit berbunga lunak. Tetapi, ini bukan berarti setiap pemberian bantuan modal usaha berbunga lunak kepada rumah tangga miskin selalu berfungsi efektif. Pelaksanaan pemberian kredit secara efektif mengalami beberapa hambatan, diantaranya karena amat beragamnya kelompok sasaran yang hendak dijangkau, dan kesukaran mengkompromikan kriteria efisiensi dan efektivitas kredit. Selain itu, kendala lainnya disebabkan oleh kurangnya akses warga miskin atas lembaga keuangan yang ada di sekitarnya, dan yang tidak kalah pentingnya adalah tidak adanya barang jaminan yang dimiliki warga miskin yang dapat dijadikan sebagai agunan pada suatu lembaga keuangan. Untuk menanggulangi kemiskinan, kaum miskin perlu diberi kesempatan dan kepercayaan untuk mendapatkan pinjaman. Hanya saja mereka sulit berhubungan dengan bank, karena tidak memiliki agunan.
Bagi rumah tangga miskin, kredit merupakan sarana untuk menciptakan pendapatan melalui bekerja dan berusaha berdasarkan potensi sumber daya manusia yang dimiliki dan potensi lingkungan ekonomi dimana ia berada. Kredit yang tepat, murah, dan mudah yang dikelola berdasarkan adat dan budaya setempat merupakan salah satu sarana penting yang amat membantu melancarkan kegiatan perekonomian. Ringkasnya, fungsi kredit adalah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin, khususnya yang tergolong miskin dan mendekati miskin (near poor). 

c. Kurang potensialnya jenis pekerjaan yang dimiliki
Keterbatasan pengetahuan menyebabkan rumah tangga miskin melakoni jenis pekerjaan yang relatif kurang potensial. Keterbatasan mengakses lapangan pekerjaan yang menjanjikan serta banyaknya masyakarakat yang bekerja pada lapangan kerja yang kurang produktif berakibat pada rendahnya pendapatan sehingga mereka tergolong miskin atau tergolong pada pekerja yang rentan jatuh di bawah garis kemiskinan (near poor). Pada umumnya informasi yang diperoleh sangat jelas menunjukkan bahwa rumah tangga miskin cenderung tidak memiliki pekerjaan tetap, namun tidak juga dapat dikategorikan tidak bekerja atau pengangguran terbuka karena dari sisi jam kerja melebihi jam kerja normal (35 jam/minggu). Hanya saja, jika dikaji dari sisi kemampuan produktivitas dengan kaitannya dengan upaya pemenuhan kebutuhan dasar tampaknya masih menemui kendala. Karena itu perlu ada jenis pekerjaan yang lebih menjanjikan bagi rumah tangga miskin. Pada umumnya rumah tangga miskin bekerja apa saja dalam kurun waktu yang singkat demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, entah mau menjadi buruh bangunan, buruh tani, maupun tukang ojek. 

d. Pola hidup konsumtif
Streotipe malas oleh berbagai pihak sering dianggap menjadi penyebab kemiskian nelayan. Namun dalam kenyataannya kultur nelayan jika dicermati secara mendalam justru memiliki etos kerja yang handal. Mereka pergi subuh pulang siang, bahkan pada masa tertentu nelayan terpaksa harus beberapa hari di laut dan menjual ikan hasil tangkapan di laut melalui para tengkulak yang menemui mereka di tengah laut, kemudian menyempatkan waktu pada waktu senggang untuk memperbaiki jaring. Dengan demikian, tidak pantas jika kita mengatakan nelayan pemalas, karena jika dilihat dari daur hidup nelayan yang selalu bekerja keras. Namun ternyata kendalanya adalah terletak pada pola hidup konsumtif. Pola hidup konsumtif menjadi masalah laten pada masyarakat nelayan, dimana pada saat penghasilan banyak, tidak ditabung untuk persiapan paceklik, melainkan dijadikan kesempatan untuk membeli kebutuhan sekunder. Namun ketika musim paceklik datang, pada akhirnya mereka berhutang, termasuk kepada lintah darat, yang justru semakin memperberat kondisinya.
2. Factor eksternal
a. Kurangnya perhatian pemerintah
Selain masalah keterbatasan pengetahuan, modal usaha, dan lapangan pekerjaan, kemiskinan pedesaan khususnya kalangan petani juga disebabkan oleh kurangnya sarana dan prasarana pertanian. Kondisi wilayah yang cukup memprihatinkan karena masih adanya sistem pertanian sawah tadah hujan. Tentu saja kondisi yang demikian ini membuat kaum petani sangat tergantung pada alam, karena pengolahan sawah hanya dilakukan pada satu kali musim saja. Jika demikian, apakah kemiskinan yang diderita kaum papa ini disebut kemiskinan alamiah atau kemiskinan structural. 
b. Ketergantungan pada alam
Rumah tangga miskin sangat rentan terhadap perubahan pola pemanfaatan sumber daya alam dan perubahan lingkungan. Rumah tangga miskin yang tinggal di daerah perdesaan dan kawasan pesisir sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan. Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya. Mereka umumnya hidup di kawasan pesisir pantai dan sangat dipengaruhi kondisi alam terutama angin, gelombang, dan arus laut, sehingga aktivitas penangkapan ikan tidak berlangsung sepanjang tahun. Pada periode waktu tertentu nelayan tidak melaut karena angin kencang, gelombang besar, dan arus laut yang kuat. Kondisi alam ini kerapkali disebut musim paceklik yaitu suatu musim dimana nelayan tidak beraktivitas sama sekali. Rintihan para nelayan dalam menghadapi ketergantungan pada alam bersahut-sahutan dilontarkan ketika peneliti menemui para nelayan yang kebetulan sedang beristrahat di sekitar rumah mereka. 

D. PENYEBAB KEMISKINAN
Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah dan ekonomi, kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural (budaya). Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumberdaya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan. Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan. 
Faktor penyebab lain yang menyebabkan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan karena otoritas struktural yang dominan. Kemiskinan, misalnya, bisa disebabkan oleh ulah segelintir orang di struktur pemerintahan yang berlaku tidak adil atau tidak mahir dalam mengelola amanah sebagai pemimpin. Kemiskinan yang diakibatkan oleh problem struktural disebut "kemiskinan struktural". Yaitu kemiskinan yang sengaja diciptakan oleh kelompok struktural untuk tujuan-tujuan politik tertentu.
Persoalan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan juga disebabkan karena tidak berfungsinya sistem yang ada. Sebab orang-orang yang berada dalam sistem tidak memiliki kemampuan sesuai dengan posisinya. Akibatnya sistem berjalan tersendat-sendat, bahkan kacau. Kesalahan menempatkan orang tidak sesuai dengan kompetensinya (one man in the wrong place) bisa mengakibatkan kondisi bangsa ini menjadi fatal.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas menyebutkan berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty) yang disebabkan: sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif, keterbatasan sumber daya dan keterisolasian, dan rendahnya taraf pendidikan dan derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja, dan ketidakberdayaan masyarakat, dan kemiskinan sementara (transient poverty) yang disebabkan oleh: perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, perubahan yang bersifat musiman seperti kasus kemiskinan nelayan dan pertanian tanaman pangan, dan bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan.
Penyebab utama kemiskinan desa adalah: pendidikan yang rendah, ketimpangan kepemilikan modal dan lahan pertanian, ketidakmerataan investasi di sektor pertanian, alokasi anggaran kredit yang terbatas, terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, pengelolaan ekonomi secara tradisional, rendahnya produktivitas dan pembentukan modal, budaya menabung yang belum berkembang, tidak adanya jaminan sosial bagi masyarakat desa, dan rendahnya jaminan kesehatan.


KESIMPULAN
Sebagaimana yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa rumah tangga miskin pedesaan terperangkap oleh struktur dan kultur yang ada. Artinya bahwa selain ketidakmampuan masyarakat miskin mengeluarkan dirinya dari masalah kemiskinan, juga diperparah oleh kondisi kemiskinan struktural. Secara spesifik, kemiskinan disebabkan oleh enam faktor yakni terbatasnya pengetahuan, terbatasnya modal usaha, kurang memadainya lapangan kerja, kurangnya perhatian pemerintah, ketergantungan pada alam, dan pola hidup konsumtif.
Muhammad SAW, Nabi terbesar sepanjang masa, sebagaimana beliau bersabda …jangan sekali-kali memperlakukan orang yang terdzalimi, orang yang kesusahan, orang yang melarat dan orang yang miskin, sebab doa orang-orang tersebut sangatlah mustajab dan didengar oleh ALLAH SWT... Namun kemiskinan struktrual sudah merenggut itu semua, kemiskinan struktural sudah menggurita dan menjadikan orang miskin semakin menggerang kesakitan dengan kemiskinannya, seraya tidak mampu berbuat apa-apa untuk mengentaskan kemiskinan. 
Karl Marx juga pernah menulis bahwa jangan pernah meremehkan orang-orang miskin, sebab dari mereka amarah bisa menggelegak menjadi sebuah revolusi sosial, revolusi yang dipelopori oleh orang-orang miskin yang akan membumi hanguskan kaum-kaum “berjois baru” yang selama ini menempatkan orang miskin menjadi semakin miskin.


DAFTAR PUSTAKA
BKKBN. Proses belajar aktif kesehatan reproduksi Remaja. Perkumpulan  Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Badan Koordinasi Keluarga  Berencana Nasional (BKKBN), (United Nations Population Fund (UNFPA), 2003). 
BPS/Badan Pusat Statistik dan Depsos/Departemen Sosial, Penduduk Fakir Miskin Indonesia, (Jakarta: BPS 2002).
Edi Suharto, Kemiskinan Dan Perlindungan Social Di Indonesia: Menggagas Model Jaminan Social Universal Bidang Kesehatan, (Bandung: Alfabeta, 2009).
Edi Suharto, “Social Welfare Problems and Social Work in Indonesia: Trends and Issues” (Masalah Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial di Indonesia: Kecenderungan dan Isu), makalah yang disampaikan pada International Seminar on Curriculum Development for Social Work Education in Indonesia, (Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 2 Maret, 2004). 
Edi Suharto dkk., Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Studi Kasus Rumah Tangga Miskin di Indonesia, (Bandung: STKSPress, 2004). 
Gregorius Sahdan, Menanggulangi kemiskinan Desa. Artikel Ekonomi Rakyat  dan kemiskinan, Maret 2005.
Ismawan, Ketenagakerjaan dalam Struktur Agraris di Pedesaan Jawa, (Jakarta: UI Press,1991).
Mubyarto. Pengantar Ekonomi Pertanian, J(akarta: LP3ES, 2002). 
Nugroho, Iwan dan Rokhmin Dahuri. Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, (Jakarta: LP3ES, 2004).
Rusli Lutan, dkk,  Dasar-dasar Kepelatihan. (Jakarta: Departemen Pendidikan  dan Kebudayaan, 2000). 
http://seputardayeuhluhur.blogspot.com/2013/02/penyebab-serta-solusi-untuk.html 
http://studyandlearningnow.blogspot.com/2013/06/definisi-kemiskinan.html